Ratusan
mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menuntut
kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera merealisasikan percepatan
swasembada padi, jagung, dan kedelai (upsus pajale).
Mereka menilai,
program yang digagas oleh Presiden Jokowi sebagai janji kampanye pada Pilpres
lalu, belum sepenuhnya direalisasikan. Justru yang terjadi saat banyak lahan
pertanian produktif yang dialihfungsikan sebagai pembangunan perumahan dan
sejenisnya.
Di Jawa Timur
sejak 2010-2013 lahan pertanian yang dialihfungsikan untuk pembangunan mencapai
4.200 hektar. Jika alih fungsi lahan pertanian itu terus dilakukan akan menyebabkan
penyempitan lahan untuk pengusahaan produk pangan.
“Padahal
swasembada pangan ini bertujuan untuk memakmurkan rakyat Indonesia, terutama
para petani,” tegas Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FP UNS Solo, Agus
Wibowo dalam aksi damai di Jalan Slamet Riyadi Solo, Jawa Tengah, Minggu
(20/9/2015).
Agus
menambahkan, janji hanyalah janji, swasembada pangan yang diharapkan itu belum
sepenuhnya dirasakan oleh para petani. Ditambah akhir 2015 Indonesia akan
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dimana Indonesia harus mampu bersaing
dengan negara lain.
“Jika sektor
produksi dalam negeri terutama pangan ini lemah, bagaimana Indonesia bisa
bersaing dengan negara ASEAN lainnya yang notabenenya lebih maju,” kata Agus.
Dia menjelaskan,
belum terlaksananya swasembada pangan dalam negeri karena pemerintah masih
mengandalkan produk dari luar atau impor. Daging sapi contohnya, selama tiga
tahun mengalami peningkatan taja, yakni pada tahun 2012 USD 9.885.075 menjadi
USD 14.242.060 pada tahun 2014.
Begitu juga
impor pangan, pada tahun 2003 sebesar 3,34 miliar USD menjadi 14,90 miliar USD
pada tahun 2013 atau 4,5 kali lebih besar di tahun 2014. Ditambah ketidakjelasan
alokasi anggaran upaya khusus (UPSUS) sebesar Rp32,8 triliun yang sudah berjalan
selama ini.
“Apakah
berhasil? Lalu apakah dana itu nyata dikucurkan untuk petani seutuhnya? Atau menjadi
pundi-pundi sumber tambahan kas pribadi para pejabat,” tanya Agus.
Lebih jauh,
Agus mengatakan sudah saat pemerintah memikirkan kesejahteraan para petani
dalam meningkatkan produksi panennya. Sebab, mata pencaharian masyarakat
Indonesia sebagian besar adalah pertanian.
“Stop alih
fungsi lahan dan mudahkan para petani dalam meningkatkan produksi panennya.
Dengan meningkatnya hasil panen tidak perlu adanya impor beras dari negara
lain,” papar dia.
Sementara itu,
Koordinator Jaringan Petani Organik (Jarpeto) Solo, Satiarman yang turut dalam
aksi itu meminta kepada pemerintah untuk memfasilitasi petani dalam
meningkatkan panennya. Selama ini dirinya menilai pemerintah terkesan tidak
memperhatikan nasib petani.
“Pemerintah
meminta petani untuk meningkatkan hasil panennya, tetapi tidak memberikan
fasilitas pendukung petani. Harga pupuk mahal, masih banyak pupuk yang
menggunakan bahan kimia dan sejenisnya,” tambahnya.
Dia meminta
pemerintah untuk segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan pertanian di
Indonesia. Hal itu dilakukan karena akhir tahun Indonesia menghadapi MEA.(*)
No comments:
Post a Comment